Penasehat hukum tersangka kasus kerusuhan Mojokerto protes dengan perlakuan Polda Jawa Timur yang membatasi kehadiran para penasehat hukum untuk mendampingi para tersangka saat menjalani pemeriksaan polisi.
Padahal sesuai dengan berita acara pidana, tersangka kasus tindak pidana dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun wajib didampingi pengacara saat diperiksa polisi.
“Kami dibatasi untuk bertemu dengan para tersangka. Terutama yang 12 orang yang ditangkap duluan,” kata M Dhofir koordinator tim penasehat hukum para tersangka, Senin (7/6/2010).
Kata Dhofir, pascaditangkap hingga sekarang, tim penasehat hukum baru sekali diberikan kesempatan untuk bertemu dengan ke-12 tersangka tersebut. Itu pun untuk kepentingan penandatanganan berkas dan bukan untuk pendampingan. Selain itu, pertemuan dengan 12 tersangka tersebut dikawal sangat ketat oleh polisi. Dhofir menganggap pengawalan ketat polisi sebagai tindakan yang berlebihan.
Pascakerusuhan Mojokerto pada 21 Mei lalu, Polda Jatim memboyong 12 orang yang tersangka yang dituduh menjadi pelaku dalam kerusuhan tersebut. Beberapa hari kemudian polisi kembali menangkap enam orang. Sedangkan satu orang lagi menyerahkan diri ke polisi dengan diantar Dhofir.
Dalam kerusuhan 21 Mei lalu, ke-12 orang tersangka tersebut dianggap Dhofir sebagai pihak yang dianggap tidak bisa sepenuhnya bisa disalahkan. Dhofir menganggap mereka hanya larut dalam psikologi massa yang berbuat anarkis. “Kami masih akan mengecek keberadaan mereka dalam dokumentasi film kami,” ujarnya.
Dhofir juga menyayangkan longgarnya pengamanan yang dilakukan oleh polisi sehingga bisa kebobolan terjadi kerusuhan. “Padahal sehari sebelumnya sudah desas-desus di masyarakat akan ada aksi anarkis. Namun polisi tidak melakukan antisipasi secara maksimal sehingga pecahlah kerusuhan itu,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar